Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi; Definisi, Konsep, Sintaks


 



Manusia menggunakan akalnya dalam memutuskan sesuatu yang disebut sebagai aktivitas berpikir. Proses berpikir ini dapat terjadi ketika manusia melakukan pembelajaran, Maka, untuk kembali pada fitrahnya sebagai makhluk berpikir, manusia harus belajar. Kegiatan pembelajarannya pun harus didesain sedemikian rupa agar sesuai dengan kebutuhan, salah satunya menentukan model pembelajaran yang akan diterapkan nanti.

Di abad-21 ini sudah tersedia beragam jenis model pembelajaran, seperti model pembelajaran pemrosesan informasi, model interaksi sosial, model modifikasi tingkah laku, model personal, dan lain-lain. Nah, model pembelajaran yang akan dibahas di sini adalah model pemrosesan informasi. 

Sebelum Itu, Apa yang Dimaksud dengan “Model Pembelajaran”?

Model pembelajaran menurut (Rusman, 2013) merupakan suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajarannya.

Lantas, Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi Itu Seperti Apa?

Dari nama pun, pasti pembaca sudah bisa menilai sendiri. Jadi, model pembelajaran pemrosesan informasi menitikberatkan pada aktivitas yang terkait dengan pengolahan informasi untuk meningkatkan kapabilitas peserta didik melalui proses pembelajaran. Maka, persepsi awalan yang diciptakan siswa ini penting, karena merupakan bagian dari pengolahan informasi tersebut.

 Suharnan (2005) menyatakan bahwa persepsi artinya proses penginterpretasian informasi yang diterima menggunakan alat indera. Pembelajaran dengan pemrosesan informasi ini sering pula diklaim model kognitif information processing.

Bagaimana Informasi Berjalan Memasuki Otak?

Mari berimajinasi~ Kita bayangkan si A, B, C, dan D adalah para informasi yang baru didapatkan oleh indera manusia. Mereka akan berjalan ke tempat yang seharusnya, yakni otak!

Sensory atau intake register. Pada tingkat ini, informasi masuk ke sistem melalui sensory register, namun hanya disimpan untuk periode terbatas. Agar tetap pada sistem, informasi masuk ke working memory yang digabungkan dengan informasi di long-term memory. Yup, jadi si A, B, C, dan D ini memasuki ruang pertama yang dinamakan sebagai intake register.

Penyimpanan Sensoris (Sensory Store). Penyimpanan Sensoris (Sensory Store) menyediakan penyimpanan singkat bagi informasi pada bentuk sensori aslinya. informasi pada penyimpanan sensori akan hilang pada akhir jangka waktu tersebut kecuali informasi tersebut bisa diidentifikasi selama tahap pengenalan pola (pattern recognition). Pada tingkat ini, A, B, C, dan D yang akan masuk harus menunggu di ruang yang bernama sensory register. Barangsiapa yang sabar, maka dia bertahan! Di ruang tunggu ini, para informasi yang berdatangan hanya bisa bertahan untuk periode terbatas. Oh tidak, sebagian dari mereka menyerah dan akan menghilang! 

Working memory. Mengelola suatu informasi berlangsung di working memory. Di sini individu berpikir secara sadar. Kelemahan working memory adalah terbatas kapasitas isinya dan hanya memperhatikan sejumlah kecil informasi saja. Kita ibaratkan bahwa Working Memory ini adalah seorang satpam yang mengelola para informasi yang sudah masuk. 

Penyaring (filter). Bagian dari perhatian dimana beberapa informasi perceptual di halangi (disaring) dan tidak dikenali, sedangkan beberapa informasi yang lain menerima perhatian serta kemudian dikenali. tahap Seleksi: tahap mengikuti pengenalan pola dan memilih informasi mana yang akan diingat oleh seseorang.

Nah, setelah ada petugas tadi, barulah para informasi ini difilter, apakah mereka lebih cocok ditempatkan di memori jangka pendek atau jangka panjang.

Memori Jangka Pendek (Short Term Memory atau STM). Ingatan jangka pendek atau sering disebut dengan short term memory adalah suatu proses penyimpanan memori sementara, artinya informasi yang disimpan hanya dipertahankan selama informasi tersebut masih dibutuhkan. Jumlah informasi yang bisa disimpan dalam memori jangka pendek sangat terbatas.

Long-term memory. Long-term memory memiliki kapasitas yang tidak terbatas, bisa menampung seluruh informasi yang telah dimiliki individu. Namun cukup sulit untuk mengakses informasi yg tersimpan di sana.

Penyaringan informasi membatasi jumlah materi yang akan dimasukan ke dalam memori. Memori disajikan dalam gambar Tahap-Tahap Model Pemrosesan Informasi dalam bentuk memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Kita menggunakan Memori Jangka Pendek atau Short Term Memory (STM), misalnya saat kita mengingat nomor telepon yang kita putar. Memori bentuk ini dibatasi baik dalam jumlah informasi yang dapat ditangkap (kapasitas) maupun lamanya informasi tersebut dapat bertahan (durasi).

Durasi STM yang terbatas diilustrasikan dalam kejadian dimana kita dengan mudah melupakan nomor telepon jika kita tidak mengulang secara verbal. Memori Jangka Panjang atau Long Term Memory (LTM) tidak memiliki dua keterbatasan yang dimiliki STM. Jumlah informasi yang dapat ditangkap LTM tidak terbatas dan kasus melupakan kejadian yang relatif lambat. Pemrosesan Bottom-Up yaitu Aliran informasi dari penyimpanan sensoris menuju memori jangka panjang dan Pemrosesan Top-Down yaitu Aliran informasi dari memori jangka panjang menuju penyimpanan sensoris.

Baiklah, Mari Kita Pahami Sintaksnya!

Menurut Robert M. Gagne mengemukakan ada delapan fase proses pembelajaran. Kedelapan fase itu sebagai berikut: 1) Motivasi, yaitu fase awal memulai pembelajaran dengan adanya dorongan untuk melakukan suatu tindakan dalam mencapai tujuan tertentu (motivasi intrinsik dan ekstrinsik). 2) Pemahaman, yaitu individu menerima dan memahami Informasi yang diperoleh dari pembelajaran. Pemahaman didapat melalui perhatian. 3) Pemerolehan, yaitu individu memberikan makna/mempersepsi segala Informasi yang sampai pada dirinya sehingga terjadi proses penyimpanan dalam memori peserta didik. 4) Penahanan, yaitu menahan informasi/hasil belajar agar dapat digunakan untuk jangka panjang. Hal ini merupakan proses mengingat jangka panjang. 5) Ingatan kembali, yaitu mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan, bila ada rangsangan. 6) Generalisasi, yaitu menggunakan hasil pembelajaran untuk keperluan tertentu.7) Perlakuan, yaitu perwujudan perubahan perilaku individu sebagai hasil pembelajaran. 8) Umpan balik, yaitu individu memperoleh feedback dari perilaku yang telah dilakukannya.

 Selain itu ada sembilan langkah yang harus diperhatikan guru di kelas dalam kaitannya dengan pembelajaran pemrosesan informasi.

  1. Melakukan tindakan untuk menarik perhatian peserta didik.
  2. Memberikan informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topik yang dibahas.
  3. Merangsang peserta didik untuk memulai aktivitas pembelajaran.
  4. Menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah dirancang.
  5. Memberikan bimbingan bagi aktivitas peserta didik dalam pembelajaran.
  6. Memberikan penguatan pada perilaku pembelajaran.
  7. Memberikan feedback terhadap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.
  8. Melaksanakan penilaian proses dan hasil.
  9. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya dan menjawab berdasarkan pengalamannya.

Model Pemrosesan Informasi ini Efektif Tidak?

Terdapat beberapa hasil kajian yang merujuk pada implementasi pembelajaran pemrosesan informasi. Berdasarkan kajian telaah dari (Sidauruk & Zandroto, 2011), walaupun penelitiannya dilakukan pada mata pelajaran tertentu tetapi didapat informasi bahwa model pemrosesan informasi membawa dampak positif bagi ranah afektif, psikomotorik, dan kognitif peserta didik. Objek penelitiannya adalah seluruh kelas XI di SMAN 15 Medan, dengan mata pelajaran Geografi. Langkah yang dilakukan pertama dalam pembelajarannya adalah guru menyuruh siswa untuk berdiskusi mengenai biosfer dan fenomena. Setelah itu guru menyuruh siswa mengambil data dari internet mengenai faktor pengaruh sebaran hewan dan tumbuhan serta pengaruh iklim. Jika dikaitkan dalam fase M. Gagne, langkah pertama tersebut sudah memasuki fase ke-2, yakni fase pemahaman. Selanjutnya, guru menyuruh siswa mengkaji hasil (fase pemerolehan/penahanan/ingatan kembali). Kemudian siswa menyimpulkan secara menyeluruh (fase generalisasi), tahap akhir adalah guru memberi post test pada peserta didik sebagai evaluasi (fase umpan balik). Peneliti meneliti dari tiga ranah; afektif, psikomotorik, dan kognitif. Terdapat peningkatan sebesar 29.59% terhadap ranah afektif. Selama proses belajar berlangsung, siswa cenderung mendengarkan penjelasan guru dan memberikan gagasan selama diskusi. Ranah psikomotorik diamati dari keterampilan setiap individu, diperoleh hasil rata-rata yang baik yakni 83.20%. Terdapat peningkatan di ranah kognitif pula. Rata-rata pada pretest adalah 55, sedangkan rata-rata pada posttest adalah 79.9.

Kedua, (Kotijah, Trianto, & Utomo, 2017) juga memberi kesimpulan mengenai penelitiannya bahwasannya model pembelajaran pemrosesan informasi ini efektif ketika diterapkan pada salah satu SMP di Bengkulu. Objek penelitiannya adalah kelas VII-A di SMPN 2 Bengkulu Utara dan dilaksanakan dalam 3 pertemuan. Langkah pembelajaran yang dilakukan sudah sesuai berdasarkan fase-fase M. Gagne. Guru memberi motivasi sebagai awalan, lalu memberi pemahaman, kemudian menanyakan materi yang dipelajari sebelumnya agar siswa mengingat kembali (fase pemerolehan/penahanan/ingatan kembali). Fase umpan balik yang dilakukan adalah guru memberi feedback berupa nasihat & motivasi terus menerus. Pembelajaran dapat dikatakan efektif, terbukti dengan skor akhir. Pertemuan pertama skor rata-rata kelas sebesar 79.4, pertemuan kedua sebesar 79.5, dan pertemuan ketiga sebesar 81.

Ketiga, model ini pun membawa efek signifikan yang membuat peserta didik lebih antusias dalam belajar, khususnya di bidang sains pada jenjang SD (Hasmawati, Tirtaraharja, & Sunarty, 2018). Langkah-langkah pembelajaran sudah merujuk pada fase M. Gagne. Dimulai dengan guru yang memberi gambar dan pertanyaan yang berhubungan (fase motivasi). Guru menyampaikan manfaat materi pada siswa (pemahaman), guru membagi bahan materi dan didea dituntut aktif (fase pemerolehan), guru menulis ide-ide di papan tulis (fase penahanan), guru meminta siswa menentukan konsep dari hasil temuan (fase ingatan kembali), guru membimbing siswa dalam melakukan pengamatan (fase generalisasi), siswa berpresentasi (fase perlakuan), dan guru mengevaluasi hasil kinerja (fase umpan balik). Hasil belajar sebelum diterapkannya model pemrosesan informasi pada siswa SDN Tamamaung 1 di kelas eksperimen berada di kategori kurang dan setelah menerapkan model pemrosesan informasi berada pada kategori baik. Terdapat pengaruh signifikan pada pelaksanaan model ini terhadap hasil belajar sains siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa menjadi lebih tinggi dan ditunjang antusias murid dalam mengikuti pembelajaran dan sebagian besar murid memahami setiap instruksi guru.

Pembelajaran dikatakan efektif apabila tujuan pembelajaran yang sudah dirancang sebelumnya telah dicapai. Kembali pada konsep model pembelajaran pemrosesan informasi, yang di mana lebih memfokuskan pada kemampuan kognitif siswa dalam memproses informasi dan dapat memperbaiki kemampuan belajar siswa sebagai tujuannya. Maka dapat disimpulkan dari beberapa penelitian di atas, bahwasannya model pembelajaran pemrosesan informasi tersebut sudah mencapai tujuan, dengan bukti dari tiap-tiap hasil kajian mengenai skor akhir rata-rata siswa yang meningkat, menandakan proses pembelajaran yang diselenggarakan adalah menambah pengetahuan siswa.

Berikut adalah video Simulasi Model Pembelajaran Informasi Secara Daring




 

DAFTAR RUJUKAN

Gagne, Ellen, D. 1985. The Cognitive Psychology of School Learning. Boston: Little, Brown & Company.

Hasmawati, S., Tirtaraharja, U., & Sunarty, K. (2018). Pengaruh Pelaksanaan Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi Terhadap Hasil Belajar Sains Siswa Kelas V SDN Tamamaung 1 di Kota Makassar. Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Makassar, 1-15.

John W. Santrock. 2008. Educational Psychology 3rd ed. Boston : Mc. Graw Hill.

Joyce, Bruce; Weil, Marsha; and Calhoun, Emily. 2009. Models of Teaching. Boston USA: Pearson Education, Inc. Eight Edition.

Khotijah, S., Trianto, A., & Utomo, P. (2017). Penerapan Model Pemrosesan Informasi Pada Pembelajaran Membaca Siswa Di Smp Negeri 02 Bengkulu Utara. Jurnal Ilmiah KORPUS, 1(2), 199–209. https://doi.org/10.33369/jik.v1i2.4121

Mirdad, J. (2020). Model-Model Pembelajaran (Empat Rumpun Model Pembelajaran). (Indonesia Jurnal Sakinah) Jurnal Pendidikan Dan Sosial Islam, 2(1), 14–23.

Rehalat, A. (2016). Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 23(2), 1. https://doi.org/10.17509/jpis.v23i2.1625

Rusman. (2017). Belajar & Pembelajaran. Jakarta: PT Kharisma Putra Utama.

Sidauruk, T., & Zandroto, W. A. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi Berpikir Induktif dalam Mata Pelajaran Geografi Pada Kelas XI SMAN 15 Medan. Jurnal Geografi, 43-66.

 

0 Komentar