Landasan Filosofis Pendidikan; Idealisme, Realisme, Pragmatisme, dan Pancasila
Pendidikan…
Pendidikan harus berlandaskan teori-teori yang ada demi kelancaran
keberlangsungan dan ketercapaiannya tujuan.
Pendidikan dapat diibaratkan sebagai sebuah bangunan. Demi kekokohannya maka
bangunan tersebut harus memiliki pondasi yang kuat agar tidak mudah roboh.
Bayangkan saja jika pendidikan tidak berpondasi, maka hal yang dipertaruhkan
adalah manusia sebagai peserta didiknya.
Menilik
sifatnya, pendidikan itu normatif, yang bisa mengacu ke pada agama, hukum, dan
filsafat. Ketiga ini dapat memberikan petunjuk yang seharusnya terhadap
ketercapaiannya pendidikan ideal. Salah satu landasannya adalah landasan yang diacu dari filsafat, biasa
disebut dengan landasan filosofis pendidikan.
Terdapat berbagai aliran filsafat pendidikan, yakni idealisme, realisme,
pragmatism, dll. Sedangkan negara kita memiliki filsafat nasional tersendiri,
yaitu Pancasila.
Lantas alasan apa yang menyebabkan landasan filosofis diperlukan dalam
pendidikan di Indonesia? Apa kemungkinan yang akan terjadi jika sistem
pendidikan di Indonesia tidak menerapkan filsafat sebagai landasan atau
tumpuan? Mari simak hal-hal berikut mengenai apa itu filsafat, sebelum menjawab
pertanyaan di atas.
Sebelum Itu, Ketahui Dahulu Apa yang Dimaksud Dengan Filsafat...
Istilah filsafat (philosophy) berasal dari dua suku
kata dalam bahasa Yunani Kuno, yaitu philein (cinta) dan sophia
(kebijaksanaan). Jadi secara etimologis filsafat adalah cinta kepada
kebijaksanaan (Dagobert D. Runes,1981). Adapun secara operasional filsafat
mengandung dua pengertian, yakni sebagai proses (berfilsafat) dan sebagai hasil
berfilsafat (sistem teori atau pemikiran). Dua dari lima definisi filsafat yang
dikemukakan Titus dkk. (1959)
menunjukkan pengertian berikut : “philosophy is a method of
reflective thinking and reasoned inquiry: … philosophy is a group of theories
or systems of thought”. Adapun menurut (Miarso, 2004) bahwa filsafat adalah rangkaian pernyataan yang didasarkan pada keyakinan,
konsepsi, dan sikap seseorang, yang menunjukkan arah atau tujuan yang
diambilnya. Menurut KBBI filsafat berarti sikap hidup atau pandangan
hidup.
Singkatnya, filsafat adalah suatu proses dalam
mencari kebenaran yang menggunakan akal dan logika pikiran manusia.
Seringkali orang mengatakan bahwa filsafat adalah rahasia, mistis, dan aneh
sehingga menyebabkan orang menjadi kafir. Hal ini bertentangan, justrru
filsafat hadir untuk mengungkap apa yang rahasia, mistis, dan aneh tersebut.
Selain itu, filsafat memang terdiri dari berbagai aliran/ajaran/isi pikiran
yang berbeda-beda dan itu adalah hal biasa. Maka pembelajar lah yang harus
mengkritisi mana yang benar dan mana yang keliru. Dengan belajar filsafat, ada
orang yang merasa keyakinannya diteguhkan, ada pula yang mengalami goncangan
keimanan.
“Filsafat
itu ibarat api, api dibutuhkan tetapi kita harus pandai-pandai membawa dan
menggunakannya agar kita tidak terbakar olehnya” (Syaripudin, 2015)
Proses
berfilsafat
dimulai
dari keraguan, ketakjuban, dan hasrat bertanya. Ketika seseorang mengalami
keraguan atau ketakjuban maka akan muncul hasrat bertanya pada dirinya. Setelah
itu maka ia berfilsafat, mencari kebenaran. Seseorang inilah yang disebut
sebagai filsuf. Dalam proses ini, filsuf bukan berpikir bertolak belakang dari
asumsi yang sudah ada, melainkan mengkaji ulang (mengkritisi) asumsi tersebut.
Kemudian, berfilsafat disebut sebagai berpikir reflektif sistematis, yakni
berpikir untuk memecahkan masalah yang dihadapi melalui prosedur tertentu. Jika
semisal ada orang yang mengalami goncangan keimanan ketika sudah mempelajari
filsafat, bisa jadi ia hanya mempelajari sebagiannya saja tanpa menyusuri semua
rangkaiannya. Lalu, hasil berfilsafat ini adalah subjektif, karena
pengalaman hidup yang dialami oleh filsuf akan memengaruhi proses berpikir ketika
mencari jawaban terhadap permasalahan yang dihadapinya.
Berdasarkan objek yang
dipelajarinya filsafat dapat diklasifikasi ke dalam filsafat
umum atau filsafat murni, cabangnya terdiri atas :
- Metafisika, yang meliputi : (1) Metafisika umum atau Ontologi, dan (2) Metafisika khusus yang meliputi cabang: (a) Kosmologi, (b) Teologi, dan (c) Antropologi. Metafisika merupakan cabang filsafat yang memuat suatu bagian dari persoalan filsafat yang membicarakan tentang prinsip-prinsip yang paling universal, sesuatu yang bersifat keluarbiasaan (beyond nature), karakteristik hal-hal yang sangat mendasar, yang di luar pengalaman manusia (immudiate experience), pandangan yang komprehensif tentang segala sesuatu, dan persoalan-persoalan seperti : hubungan akal dengan benda, hakikat perubahan, pengertian tentang kemerdekaan, wujud Tuhan, kehidupan setelah mati dan lainnya.
- Epistemologi (teori Pengetahuan); Persoalan epistemologi berkaitan erat dengan persoalan metafisika. Bedanya persoalan epistemologi berpusat pada “apakah yang ada?” yang di dalamnya memuat: Problem asal pengetahuan (origin), problem penampilan (appearance), dan problem mencoba kebenaran (verification)
- Logika; Logika adalah bidang pengetahuan yang mempelajari segenap asas, aturan, dan tatacara penalaran yang betul. Dewasa ini logika telah menjadi bidang pengetahuan yang amat luas yang tidak lagi semata-mata bersifat filsafati, tetapi bercorak teknis dan ilmiah.
- Aksiologi yang meliputi cabang: Etika atau filsafat perilaku sebagai satu cabang filsafat yang membicarakan “tindakan” manusia, dengan penekanan yang baik dan yang buruk. Terdapat dua hal permasalahan, yaitu yang menyangkut “tindakan” dan “baik-buruk”. Apabila permasalahan jatuh pada ”tindakan” maka etika disebut sebagai “filsafat praktis” sedangkan jatuh pada “baik-buruk” maka etika disebut “filsafat normatif”. Etika berbeda dengan “agama” yang di dalamnya juga memuat dan memberikan norma baik buruk dalam tindakan manusia. Karena, etika melepas dari sumber wahyu agama yang dijadikan sumber norma Illahi, dan etika lebih cenderung bersifat analitis. Sementara dari kalangan non-filsafat, etika sering digunakan sebagi pola bertindak praktis (etika profesi), misalnya bagaimana menjalakan bisnis yang bermoral. Estetika adalah cabang ilmu dari filsafat aksiologi, yaitu filsafat nilai. Istilah aksiologi digunakan untuk memberi batasan kebaikan yang meliputi etika, moral, dan perilaku. Adapun estetika yaitu memberi batasan mengenai hakikat keindahan atau nilai keindahan.
Filsafat Sebagai Landasan Pendidikan
Terdapat seperangkat asumsi/gagasan/konsep yang bersumber dari
filsafat dan dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Hal ini disebut sebagai
landasan filosofis pendidikan, yang dijabarkan dalam suatu sistem gagasan dari
filsafat umum, yang berupa; metafisika, epistemologi, aksiologi. Di dalam landasan filsafat pendidikan
terdapat berbagai aliran pikiran. Sehubungan dengan ini, maka dikenal lah landasan filosofis pendidikan
Idealisme, Realisme, Pragmatisme dsb.
Landasan Filsafat Idealisme, Realisme, Dan Pragmatisme
Apabila kita mengkaji karya Callahan dan Clark (1983),
Edward J. Power (1982), serta Kneller (1971) maka sistem gagasan atau asumsi
pendidikan aliran Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme dapat dirangkum
sebagaimana disajikan uraian di bawah ini.
Plato, Penggagas Idealisme |
Idealisme adalah suatu
sistem filsafat yang telah dikembangkan oleh para filsuf di Barat maupun Timur,
selama lebih dari dua ribu tahun yang lalu. Sistem pikiran Idealisme menekankan
pada jiwa
(spirit), keunggulan pikiran (mind), roh (soul) daripada hal
yang bersifat kebendaan atau material.
Para filsuf Idealisme mengklaim bahwa hal ini bersifat
spiritual atau ideal. Sebagaimana dikemukakan Plato, bahwa dunia kita lihat ini
adalah bukanlah dunia sesungguhnya, melainkan suatu dunia bayangan (a copy world); dunia yang sesungguhnya
adalah dunia idea-idea (the world of
“ideas”).
Idealisme berpandangan bahwa
manusia
adalah makhluk yang bersifat spiritual atau kejiwaan. Hakikat manusia bukanlah
badannya, melainkan jiwa/spiritnya, manusia adalah makhluk berpikir, mampu
memilih (bebas), hidup dengan aturan moral yang
bertujuan. Manusia memeroleh pengetahuan dengan cara berpikir. Lalu
pengetahuan didapat dari intuisi, atau dengan cara mengingat kembali. Nilai-nilai
merupakan bagian dari aturan-aturan yang sudah ditentukan alam, oleh karena itu
nilai merupakan sesuatu yang abadi yang bersumber dari Tuhan.
Filsafat Idealisme memiliki implikasi bagi
pendidikan, yakni terletak pada pembentukan karakter, pengembangan
bakat insani, dan kebajikan sosial. Mengingat bakat manusia berbeda-beda maka
pendidikan yang diberikan ke pada setiap orang harus sesuai dengan bakatnya,
sehingga kedudukan, jabatan, fungsi dan tanggung jawab bisa teratur (tujuan
pendidikan), pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan liberal,
penyiapan keterampilan bekerja sesuai mata pencaharian melalui pendidikan
praktis (kurikulum/isi pendidikan), metode yang diutamakan adalah metode
dialektik, namun tiap metode cenderunng mengabaikan dasar-dasar phisiologis
untuk belajar (metode pendidikan).
Aristoteles, Penggagas Filsafat Realisme; murid dari Plato |
Sedangkan Realisme beranggapan bahwa dunia terbuat
dari sesuatu yang nyata,
material, yang hadir dengan sendirinya. Realitas berdiri sendiri, tidak
tergantung atau tidak bersandar pada pikiran/roh/jiwa. Manusia adalah bagian
dari alam, maka tugas manusia adalah menyesuaikan diri dengan alam. Pengetahuan
diperoleh manusia melalui pengalaman diri sendiri dan penggunaan akal. Tingkah
laku manusia diatur oleh hukum alam dan pada taraf yang lebih rendah diatur
oleh kebijaksanaan yang teruji.
Implikasinya
bagi pendidikan
ada
pada pendidikan yang bertujuan untuk penyesuaian diri dalam hidup dan mampu
melaksanakan tanggung jawab sosial. Kurikulum harus bersifat komprehensif yang
berisi sains, matematika, ilmu sosial, serta nilai-nilai. Kurikulum berpusat
pada materi pelajaran. Selain itu, metode yang digunakan hendaknya bersifat
logis dan psikologis. Pembiasaan merupakan metode utama bagi penganut realisme.
Berikutnya adalah filsafat Pragmatisme, yang merupakan titik atau kritik dari filsafat yang sudah ada
(idealisme dan realisme). Para filsuf pragmatisme ini berfokus pada dunia
yang akan terus berubah beserta permasalahan di dalamnya
yang selalu ada. Maka implikasi bagi pendidikan adalah bagaimana agar
pendidikan dapat menyesuaikan diri dengan situasi kondisi yang terjadi di masyarakat
Pragmatisme memandang bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik, plural,
dan berubah; Manusia adalah hasil evolusi biologis. Setiap orang lahir tidak
berdaya tanpa dibekali apapun; Pengetahuan yang benar diperoleh melalui pengalaman dan
berpikir. Pengetahuan adalah relatif; Ukuran tingkah laku individual
dan sosial ditentukan secara eksperimental dalam pengalaman hidup.
Implikasi
bagi pendidikan
dari
filsafar pragmatisme adalah bahwa Tujuan pendidikan adalah pertumbuhan
sepanjang hayat, proses rekonstruksi yang berlangsung terus menerusa dari
pengalaman yang terakumulasi dan sebuah proses sesuai. Kurikulum berisi
pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat. Pendidik
untuk memimpin dan membimbing peserta didik
belajar tanpa ikut campur atas minat dan kebutuhan sisa.
Untuk lebih jelasnya, simaklah tabel berikut mengenai
perbedaan dari landasan filsafat idealisme, realisme, dan pragmatisme dalam
pendidikan
tabel |
Landasan Filsafat Pendidikan Nasional; Pancasila
Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan
pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi pancasila.
Secara ringkas filsafat pancasila merupakan refleksi kritis dan
rasional
tentang
pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh.
Filsafat pancasila juga merupakan konsep-konsep yang bukan saja ditujukan pada
bangsa Indonesia, melainkan juga manusia pada umumnya. Pancasila sebagai
filsafat bangsa Indonesia ditetapkan menjadi ideologi bangsa Indonesia pada
tanggal 18 Agustus 1945.
Pembahasan filsafat pancasila dapat dilakukan secara
deduktif dan induktif. Secara deduktif dilakukan dengan mencari hakikat
pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis mejadi keutuhan
pandangan yang komprehensif. Secara induktif yakni dengan mengamati gejala-gejala
social budaya masyarakat, merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang
hakiki dari gejala-gejala itu.
Metafisika: Menurut Aristoteles metafisika
disamakan juga artinya dengan ontologi
yaitu teori yang menyelidiki tentang adanya
keberadaan.
Hakikat
Realistis: Bangsa Indonesia meyakini bahwa
realistis atau alam semesta tidaklah ada dengan sendirinya, melainkan sebagai
ciptaan (makhluk) Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan adalah sumber pertama dari segala
yang ada, Dia adalah sebab pertama dari segala sebab, tetapi Dia tidak
disebabkan oleh sebab-sebab yang lainnya dan juga Dia
adalah tujuan akhir segala yang ada.
Alam fana yang diisi dengan segala isi, norma, nilai,
merupakan sarana manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Selain alam fana, ada
pula alam akhir yang di mana di alam ini manusia telah mati dan dimintai
pertanggungjawaban dan/atau penerimaan imbalan. Dari hal tersebut dapat
dilihat, terdapat realitas yang sifatnya abadi dan realitas yang fana.
Hakikat manusia: Manusia
adalah kesatuan badani-rohani yang hidup dalam ruang dan waktu, memiliki
kesadaran dan penyadaran diri, mempunyai berbagai kebutuhan, dibekali naluri
dan nafsu, serta memiliki tujuan hidup. Selain itu, manusia memiliki potensi
untuk: mampu berpikir, berperasaan, berkemauan, dan berkarya.
Pancasila memandang bahwa manusia bersifat integral, satu
kesatuan utuh. Subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia, hal
ini dapat di jelaskan bahwa yang Berketuhanan yang Maha Esa, yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang persatuan, yang berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/perwakilan serta yang
berkeadilan social pada hakikatnya adalah manusia.
Hakikat
pengetahuan (Epistemologi). Pancasila sebagai sistem filsafat menagajak untuk menggali
bagaimana mendapatkan pengetahuan secara benar. Kebenaran
dalam pengetahuan ada yang bersifat mutlak seperti dalam hukum agama, ada pula
yang sifatnya relatif berdasarkan upaya manusia (riset).
Hakikat Nilai (Aksiologi): Pancasila
memiliki nilai sebagai pemersatu bangsa yang terdiri dari beragam adat, suku,
ras, dan budaya. Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diangkat
dari kehidupan bangsa Indonesia yang diyakini sebagai sesuatu hal yang baik,
benar dan indah
Implikasi
Filsafat Nasional (Pancasila) Terhadap Pendidikan: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa, mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia. 2)
Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab, Pendidikan harus mengajarkan manusia
untuk tidak membedakan usia, agama, dan tingkat sosial budaya. 3) Persatuan Indonesia, sila ini mengajarkan
bahwa semua manusia haruslah bersatu karena kita satu dan tidak ada perbedaan
dari segi hal manapun, terutama dari segi pendidikan. 4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
Perwakilan, dalam pendidikan aspek demokrasi sangat relevan untuk terus
berkembang dan mencerminkan sikap-sikap serta prinsip-prinsip tentang
penghargaan atas pendapat dan fikiran orang lain. 5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, Pendidikan merupakan
salah satu cara untuk mengajarkan tentang keadilan melalui sistem yang telah
diterapkan.
Berdasarkan
paparan tersebut, Pancasila adalah landasan filsafat yang paling sempurna di
atas filsafat lain, bukan?
Lantas, Urgensi Filsafat Sebagai Landasan Pendidikan Adalah…
Filsafat
pendidikan merupakan bagaimana menggunakan ide-ide menggunakan media pembelajaran dengan lebih
tepat. Pendidik harus memahami bahwa
filasafat pendidikan memberikan wawasan dan aktivitas pendidikan. Landasan
filosofis pendidikan merupakan cabang dari filsafat yang mengkaji tentang apa, bagaimana
dan mengapa pendidikan. Seorang pendidik yang memahami landasan filosofis
pendidikan akan melakukan upaya sebaik mungkin untuk keberhasilan
pembelajarannya. Sehingga pendidik akan
memikirkan bagaimana peserta didik belajar, apa yang akan dipelajari peserta
didik, bagaimana peserta didik bisa terlibat secara aktif dalam pembelajaran
dan bagaimana hasil belajar dari perserta didik.
Filsafat
pendidikan adalah sebuah proses untuk membangun kekuatan pikiran sesuai dengan
fungsi nilai. Dengan pikiran manusia dapat berkomunikasi ke luar dan menafsirkan berbagai hal, menimba pengetahuan
dan pengalaman, pikiran telah membuat manusia berkembang sedemikian rupa,
sampai era modern era revolusi industri 4.0 sekarang,
Filsafat pendidikan Indonesia berakar pada nilai-nilai budaya yang
terkandung pada pancasila. Nilai pancasila tersebut harus ditanamkan ke pada
peserta didik melalui penyeleneggaraan pendidikan nasional dalam semua jenis
pendidikan. Setiap karakter harus dijiwai oleh kelima sila sebagai
berikut :
a. Bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa; Merupakan bentuk kesadaran dan perilaku
iman dan takwa serta beraakhlak mulia sebagai karakteristik pribadi. Ini
mencerminkan saling menghormati, bekerja sama, berkebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan ajaran agama, tidak memaksakan agama dan kepercayaan orang lain.
b. Bangsa yang menjunjung
kemanusiaan yang adil dan beradab; Diwujudkan dalam perilaku
saling menghormati sesama kewarganegaraan Indonesia, tidak memandang
suku, etnis budaya maupun warna kulit.
c. Bangsa yang mengedepankan
persatuan Indonesia; Memiliki komitmen dan
perilaku yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan indonesia
di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.
d. Bangsa yang demokratis
dan menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia; Tercermin dari sikap yang
bersahaja, tenggang rasa terhadap rakyat kecil yang menderita, sealalu
mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara, mengutamakan musyawarah untuk
mufakat dan mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
Aristoteles mengatakan bahwa tujuan pendidikan itu sama seperti tujuan
pendirian suatu negara. Secara otomatis di Indonesia pun seperti itu, pendidikan
sebagai sarana transfer ilmu berlangsung dengan mengikuti ideologi bangsa yang
dianutnya. Pancasila adalah dasar dan ideologi bangsa Indonesia yang mempunyai
fungsi dalam hidup dan bernegara. Filsafat adalah berpikir secara mendalam dan
sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran, filsafat pendidikan adalah pemikiran
mendalam tentang pendidikan berdasarkan filsafat. Pancasila itu pandangan hidup
bangsa yang menjiwai dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, sistem pendidikan
Indonesia juga dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas pancasila. Dengan
memerhatikan fungsi pendidikan dalam membangun bangsa, khususnya dalam
kepribadian bangsa yang bisa menentukan martabat bangsa, maka sistem pendidikan
nasional dan filsafat pendidikan pancasila harus dikelola secara optimal.
Pendidikan karakter
Pendidikan karakter di Indonesia merupakan hasil dari
penerapan nilai pancasila. Agar tercipta manusia yang beriman ke pada Tuhan
YME, cerdas, berperilaku baik, mampu hidup secara individu maupun sosial, serta
memenuhi hak dan kewajiban sebagai warga negara yang baik. Kesemuanya telah
mencakup filsafat pendidikan Pancasila yang memiliki ciri sebagai berikut:
- Integral, yakni mengakui manusia seutuhnya (keutuhan jiwa-raga).
- Etis, yakni mengakui keunikan manusia dan menjunjung tinggi kebebasan yang bisa dipertanggungjawabkan.
- Religius, yakni mengakui Tuhan sebagai pencipta.
Cara menerapkan pendidikan karakter bagi para pendidik
adalah dengan melaksanakan nilai pancasila, seperti:
- Harus memahami nilai pancasila
- Menjadikan pancasila sebagai aturan hukum dalam kehidupan
- Memberikan contoh pelaksanaan dari tiap nilai pancasila ke pada peserta didik
Bagaiamana Kemungkinan yang Akan Terjadi Jika Sistem Pendidikan di Indonesia Tidak Menerapkan Filsafat Sebagai Tumpuan?
Peran pancasila terhadap pendidikan Indonesia adalah sebagai dasar negara
yang mampu memberikan acuan untuk menjadi manusia berkarakter dan bermoral tinggi.
Apabila filsafat pancasila tidak diterapkan di negara maka akan terjadi
kemerosotan kondisi masyarakat dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang sangat memengaruhi terhadap
persatuan bangsa, bahkan integritas NKRI di masa yang akan datang, karena
penyelanggaraan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya
manusia yang ada di dalamnya. Contoh di aspek persatuan bangsa adalah; timbul
konflik horizontal dan vertikal serta konflik yang bernuansa politis, munculnya
aksi-aksi terror yang dilakukan kelompok tertentu, timbulnya disintergrasi
bangsa dan munculnya dukungan internasional secara terselubung kepada kelomok
separatis, meningkatnya sentiment keagamaan, kedaerahan, kesukuan, ego,
sektoral, dan kepentingan kelompok dan tidak harmonisnya hubungan kemitraan dan
komunikasi antara pemerintah dan legislatif. Sekarang coba Anda pikirkan,
apakah contoh-contoh tersebut sudah terjadi atau sedang terjadi di negara
Indonesia tercinta ini? Jawaban ada pada diri Anda, namun solusinya ada pada
kita semua, yakni; menerapkan nilai-nilai pancasila sebagai pedoman kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Kesimpulan
Dari pemaparan
yang sudah dijelaskan pada makalah ini, penulis menyimpulkan bahwa dalam suatu
kegiatan pembelajaran tidak hanya sebatas mentransfer ilmu saja tetapi, tenaga
pengajar juga harus memahami banyak hal dan harus dipahami, hal yang utama adalah landasan dalam pendidikan
itu sendiri karena landasan merupakan tumpuan atau pondasi. Tanpa landasan,
pendidikan sulit berlangsung. Salah satu landasan yang digunakan sistem pendidikan nasional adalah
landasan filsafat pancasila. Pancasila yang di dalamnya memuat sila-sila jati
diri bangsa yang dijadikan pedoman kehidupan, merupakan sebuah filsafat karena
pancasila merupakan acuan intelektual kognitif bagi cara berpikir bangsa. Pancasila
berpandangan bahwa bangsa dijiwai dalam kehidupan sehari-hari, maka wajar
apabila pendidikan Indonesia dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas
pancasila. Landasan filsafat nasional pancasila ini penting bagi pendidikan karakter
bangsa karena berbagai nilai yang terkandung di dalamnya seperti; tercipta
manusia yang cerdas, berperilaku baik, mampu hidup secara individu maupun
sosial, memenuhi hak dan kewajiban sebagai warga negara yang baik serta beriman
ke pada Tuhan YME. Kesemuanya telah mencakup filsafat pendidikan Pancasila yang
integral, etis, dan religius.
DAFTAR PUSTAKA
Ajar, T. P. (2014). Landasan
Pendidikan. Bandung: Departemen Pedagogik Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Pendidikan Indonesia.
Azmi,
A. (2018). Peranan Filsafat Pancasila Dalam Pengembangan Pendidikan
Nasional dan Pembentukan Karakter Kebangsaan Indonesia. Salatiga:
Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Miarso,
Y. (2004). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.
MKDP,
T. P. (2011). Kurikulum & Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Mujtaba,
A. (2014, December 22). Hilangnya Nilai-nilai Pancasila dalam Pendidikan
Nasional. Dipetik November 28, 2020, dari Kompasiana:
www.kompasiana/amp/angkringan76/hilangnya-nilainilai-pancasila-dalam-pendidikan-nasional_554ff38de77455137b2b6c7b3e
Parwanto,
D. (2016, February 6). Begini Jadinya Jika Pancasila Diabaikan.
Dipetik November 28, 2020, dari Kompasiana:
www.kompasiana.com/amp/dudunhamdalah/begini-jadinya-jika-pancasila-diabaikan_56b5285d569373310f37e03b
Rusman,
D. (2017). Belajar & Pembelajaran. Jakarta: PT Kharisma Putra
Utama.
Syaripudin,
T. (2015). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Percikan Ilmu.
0 Komentar