Evaluasi Kurikulum

freepik.com




Evaluasi adalah proses membuat keputusan tentang nilai dari suatu objek. Proses ini tidak harus dilakukan di akhir, melainkan ketika penyelenggaraan kegiatan terjadi. Dalam kurikulum, istilah evaluasi disebut sebagai evaluasi kurikulum, yang memiliki beberapa tujuan, yakni; mengetahui kemampuan siswa, mengumpulkan informasi untuk dijadikan sebuah bukti dalam pembuatan keputusan di bidang instruksional. Pengukuran adalah kegiatan untuk mengupayakan sebuah evaluasi, atau dapat juga diartikan sebagai sebuah kegiatan dalam menentukan kuantitas terhadap sesuatu. Sedangkan evaluasi merupakan proses pengumpulan data untuk dijadikan informasi ke pada pembuat keputusan. Keputusan ini merujuk pada peserta didik, kurikulum, program, dan kebijakan pendidikan. Keputusan peserta didik meliputi penggolongan mereka terhadap minat, bakat, prestasi. Keputusan kurikulum meliputi tingkat keefektifan kurikulum dan bagaimana perbaikannya. Dalam evaluasi, pengukuran hanyalah salah satu langkah yang mungkin dilakukan ketika kegiatan evaluasi dilaksanakan.

Terdapat beberapa pendekatan evaluasi kurikulum, diantaranya adalah; 1) saintifik modernis, yakni pendekatan yang menggunakan filsafat dan psikologi sebagai landasannya, sangat berhubungan dengan hukum aksi-reaksi atau sebab-akibat,  2) humanistic posmodernis, yakni pendekatan yang menakankan pada humanisme, lebih fokus ke pada proses disbanding hasil. 3) humanistic pormodernis saintifik modernis.

Model-model kurikulum yang dipaparkan dalam buku sumber ada lima, yaitu model kongruensi dan kontinen yang dipelopori oleh Robert Stake, model Stuffle beam yang dipelopori oleh Daniel Stufflebeam, model kritik dan konosiseisner yang dipelopori oleh Elliot Elsner, model iluminatif yang dipelopori ileh Malcolm Parlet, dan model penelitian tindakan oleh Parker Palmer.

Ada beberapa jenis tes yang digunakan sebagai alat ukur evaluasi, yaitu: 1) high-stakes (tes beresiko tinggi), merupakan tes yang menentukan apakah seorang peserta didik lulus dari sekolah menengah atau tidak, tes ini adalah sebuah penentuan dari kinerja siswa terhadap gaji hasil guru dan administrator. Problemnya adalah, guru menjadi memfokuskan siswa untuk latihan soal tes, bukannya meningkatkan kualitas pembelajaran dengan pembaruan metode dan strategi pembelajaran. 2) norm-referenced (tes berbasis norma). Di dalam tes ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang di dalamnya dibagiratakan siswa-siswa yang dinilai berprestasi, jadi penilaiannya berdasarkan kelompok siswa dan sifatnya relatif. Tes ini bertujuan untuk menentukan mana yang lulus dan mana yang tidak, karena tes ini hanya dilakukan sekali saja. masalahnya adalah, tes ini tidak dapat melihat perbandingan setiap siswa secara individu apakah diajarkan efektif atau tidak. 3) criterion_referenced (tes berbasis kriteria), merupakan tes yang betujuan untuk melihat keterampilan siswa yang menjadikan kriteria bukan sebagai tingkat kinerja, melainkan domainnya. Jenis pengukurannya mutlak, dan ada pengulangan (remedial) sampai materi terkuasai oleh sswa. 4) subjective test (tes subjektif). Dalam tes ini terdapat jenis pertanyaan, yaitu pilihan berganda (hanya satu jawaban yang benar dab juga esai untuk menguji kemampuan gaya bahasa, wawasan, orisinalitas, keakuratan inforamsi, dan kekuatan argumen.

Alternative assessment mengambil sampelnya dari siswa, penilaiannya berdasarkan pengamatan, dan siswa dapat berpartiipasi dalam penilaian mereka. Sedangkan dalam traditional assessment, sampelnya didapat dari tes, penilaian berdasarkan hasil skor, dan evaluasi diawasi oleh guru maupun pengawas eksternal.



Daftar Pustaka

Ornstein, A. C., & Hunkins, F. P. (2009). Curriculum: Foundations, Principles, and Issues. Boston: Pearson Education.

0 Komentar