“Nih, daripada pengangguran, kau
harus bekerja. Bantu orang tuamu mencari uang. Kerjakan apapun asal halal. Memangnya kau akan menganggur sampai kapan?
Walau wanita, tapi pekerjaan harus dimiliki.”
Uang, uang, uang! Sepertinya di
mata nenek, selalu saja uang. Setiap hari nenek ke rumahku, dan rutin
mengatakan bahwa aku lebih baik bekerja. Sebenarnya tidak ada yang salah dari
ucapannya, hanya saja, saat ini aku ingin istirahat sejenak. Baru saja kemarin
aku ditimpa ujian hati, pikiran, dan mental.. Kali ini ada rintangan baru. Mengapa seperti tidak ada yang peduli pada
perasaanku? Aku hanya… aku hanya membutuhkan istirahat untuk kembali bangkit.
Tapi memang tak ada seorang pun yang peduli, selain diri sendiri. Kuiyakan
‘pepatah’nya dan mulai mencari pekerjaan. Tunggu, kutarik perkataanku barusan.
Maksudku, benar-benar tidak ada seorang pun yang peduli pada diriku termasuk
diriku ini.
Hari-hari berlalu di waktu
berikutnya kuhabiskan untuk mencari uang dengan menjadi guru TK, bersama
anak-anak. Mereka selalu bahagia bagaimanapun kondisi mereka, sehingga
menciptakan suasana ceria dalam kelas. Aku pun, menjadi pribadi yang melupakan
kegagalanku ketika SBMPTN kemarin, padahal kejadiannya belum lama terjadi.
Semakin lama aku mengajar, semakin
paham betul diriku terhadap poin-poin penting di rutinitas dalam bekerja. Bel
sekolah berbunyi ketika pukul 8 pagi, pertanda kegiatan akan dimulai. Di awal
menit, guru harus siap menyapa dengan senyuman hangat. Anak-anak berbaris di
depan kelas untuk menyanyikan lagu-lagu anak, kemudian memeriksa kebersihan
tubuh, lalu masuk kelas untuk lanjut melantunkan surah-surah, hadist-hadist,
serta doa sehari-hari bersama-sama. Hal yang sulit di waktu ini adalah, ketika
mendapati seorang anak, atau dua anak, yang enggan ditinggal oleh ibunya.
Bahkan ada yang sampai menangis, menjerit-jerit tak mau sekolah, dan
sebagainya. Di sini lah perjuangan guru TK yang pertama, harus mengandalkan
bujukan penuh kasih sayang disertai ekstra hati-hati, supaya anak merasa aman
dan nyaman dan terbujuk untuk bersekolah. Ada dua pilihan yang bisa didapat.
Jika tak berhasil, biasanya anak tersebut dipulangkan. Bila berhasil, maka anak
tersebut akan mengikutiku kemana pun, kapan pun, dan dimana pun aku berada,
sepanjang hari. Kemudian pukul 9 pagi, dimulai kegiatan pembelajaran yang
dikemas dalam bentuk permainan, mewarnai, menggambar, membuat kerajinan,
bernyanyi, menari, dll. Semua kegiatan dilakukan dengan senang dan penuh
kegembiraan. Namun ada satu penghambat, yakni jika terdapat anak-anak yang
berkelahi berebut sesuatu atau alasan lainnya. Mereka bukan hanya beradu mulut,
tetapi mereka bisa memukul, menendang, bahkan ada salah satu anak yang
berkelahi sampai hidungnya mengeluarkan darah akibat pukulan yang keras hingga
orangtuanya datang ke sekolah. Di sini perjuangan yang kedua, guru harus selalu
siap siaga untuk menghadapi hal ini. Hal utama yang harus dilakukan adalah memisahkan
mereka, dengan tidak memarahi dan tidak mengatakan kata “jangan”, melainkan
mengurusi dengan senyuman dan kasih sayang, lagi dan lagi, memang itu senjata
dari guru TK yang harus dimiliki. Hal yang biasa kulakukan agar situasi cepat
berubah menjadi baik adalah dengan cara memeluknya. Aku pernah mendengar suatu
kalimat dari drama Korea yang kutonton, “Anak yang marah itu jantungnya
berdegup kencang. Maka jika ia marah, peluklah dia dengan kasih, dengan tenang
dan tentram, sehingga degup jantungnya akan mengikuti degup jantungmu. Jika
sudah tenang, maka ucapkanlah kata-kata yang bisa membuat anak itu tidak marah
lagi.” Dan saya lakukan, tapi sebenarnya tidak semudah itu. Terkadang saya
mendapati pukulan dan memar karena anak tak mau tenang (ttantrum). Baiklah,
kuanggap itu adalah episode-episode bagian pahitnya.
Lanjut, pada pukul 11, memasuki jam
istirahat, aku harus tetap mengawasi anak-anak dan memberikan pelatihan toilet
training, kemudian makan Bersama. Pembelajaran selesai pada pukul 12, aku
tidak bisa langsung pulang begitu saja, melainkan harus menunggu dan memastikan
bahwa setiap anak dijemput oleh orang tuanya. Sesaat setelah semua anak pulang,
aku harus menyiapkan jenis kegiatan beserta media yang akan dipakai esok hari.
Inilah perjuangan superku yang kedua di hidup ini, yakni sebagai guru TK yang
biasanya pekerjaan ini selalu diremehkan oleh orang-orang kebanyakan.
******
Dengan penantian yang lama,
akhirnya setahun berlalu sudah. Waktu yang ditunggu-tunggu datang, siapa lagi
kalau bukan si SBMPTN. Aku perlu belajar lagi untuk tahun 2020 ini. Aku mulai
keluar dari pekerjaanku, dan kembali menjadi seorang yang ambisius. Aku harus
lolos!
Berhari-hari kulewati dengan
belajar mandiri tanpa merasa lelah. Kupaksakan walau belajar matematika, si
musuh bebuyutanku. Aku rela. Sungguh, aku rela tersiksa sejenak demi mencapai
targetku. Kutuliskan di depan meja belajar dengan kata-kata yang kuambil dari
Google, yang berisi, “Lebih baik tak tidur semalaman daripada mengulang
tahun depan”
Entah siapa yang membuat kata-kata
itu, aku ingin mengucapkan terima kasihi banyak, karena kalimat tersebut
benar-benar mengatur kebiasaanku untuk menjadi seorang yang rajin belajar.
Hari-H UTBK. Semua soal aku bisa
mengerjakan, walau disertai rasa pesimis. Sudahlah, seperti pepatah teman
sebangku SMAku, “kerjakan dan lupakan”.
Hari pengumuman tiba, aku
menyiapkan diri jikalau aku tak lolos lagi. Aku menjauhi semua anggota keluarga
dan tidak memberitahunya kapan pengumuman tiba. Dan benar saja, kesabaran
membawa hasil. Ya, kesabaran. Aku tidak akan berkata ‘usaha membawa hasil’,
karena, sejak tahun kemarin aku sudah berusaha sekuat mungkin namun berhasil
naas.
Aku lolos!
Benarkah ini?
Aku mencoba cek kembali dengan
memasukan identitas, dan…. Ya! Aku lolos!
Segera kukabari mama bahwa aku
sekarang adalah bagian dari UPI! Alhamdulillah! Puji syukur tak henti-hentinya
kuucapkan pada Yang Mahakuasa.
Dengan membangga-banggakan diri
bahwa aku masuk UPI dengan ujian, aku mengikuti semua alur yang mahasiswa baru
ikuti, mulai dari ospek fakultas, hingga ospek jurusan. Namun….
…baru kusadari..
…ini bukanlah akhir dari segalanya.
Part II-End
0 Komentar